Kamis, 16 Maret 2017

[IMAGE] - Bromo

Diantara rumah penduduk di Kaki Gunung

Gunung Bromo di Pagi Hari
Diantara langit biru

-

© B | Malang, 11 Juni 2015 | CANON EOS - 600D



[IMAGE] - Yogyakarta

Candi Borobudur

Seorang Ibu dengan dagangannya

Menanti pelanggan datang untuk membeli.

Berharap ada seseorang yang membeli buah salak yang ia jajarkan.

--

© Bia Al A
Yogyakarta, 04 April 2015 |11:48
CANON EOS - 600D

















[WRITING] - Wanita Terbahagia

aku harus menjadi wanita terbahagia..

bahagia dengan apa yang aku kerjakan. bahagia dengan apa yang aku senangi.
bahagia dengan apa yang aku lihat. bahagia dengan apa yang aku rasa.

iya aku bahagia saat ini..

bahagiaku dibantu dengan doa.
bahagiaku dibantu dengan syukur.
bahagiaku dibantu dengan anugerah.
bahagiaku dibantu dengan usaha.

iya aku bahagia saat ini..

tak usah ditanya kapan bahagia, Tuhan selalu memberikan kesempatan untuk selalu bahagia, bagaimana caranya kita bisa memulainya dengan baik.

wanita terbahagia menurutku adalah ketika apa yang aku ingin capai pada akhirnya tercapai serta diriku yang selalu optimis akan sebuah realita yang ada, dengan pikiran positif, itu adalah langkah awalku untuk bahagia.

aku ingin menjadi wanita yang selalu mempunyai banyak pengetahuan,
karena aku tahu kita belajar bisa dari mana saja.
aku ingin menjadi wanita yang selalu bermanfaat untuk orang lain,
aku tidak ingin menjadi seseorang yang pasif, aku harus berkembang.
aku ingin menjadi wanita yang selalu sabar dengan cermat dalam hal apapun.
aku ingin menjadi wanita yang selalu mempunyai daya tarik sendiri (bukan fisik, bukan materi) tapi etika sebuah tata krama yang bisa membuatku disiplin.

bahagia ini aku terapkan ke diriku sendiri terlebih dahulu, apakah kamu sudah bahagia?

--

© B

[WRITING] - Kopi

sial, sekarang aku terbuai, dulu aku benci dengannya, karena coraknya yang tidak ku suka, secepat itu aku membenci.

tantangan di kala hal datang, ku coba menahan tanpanya, tapi nyatanya aku memang butuh, untuk menemaniku sampai larut.

sial, sekarang aku menikmatinya, sampai-sampai menjadi teman, di kala pagi, sore, dan malam, hingga mabuk kepayang oleh aromanya.

anehnya kau hanya kopi, yang di suguhkan dengan bahan dasar air, atau mungkin di tambahkan dengan sedikit gula agar kau terasa manis, namun kau tetap hanya kopi, kata kebanyakan orang punya sisi pahit yang tak bisa di sembunyikan.

kau teman di saat aku sedang menunggu sesuatu dengan waktu, melengkapi teman bacaan buku ku juga.

ternyata dulu aku salah menilaimu, seharusnya aku telusuri lebih dahulu, sebelum aku membencimu.

kau teristimewa di kala orang-orang merasa sepi dan ingin sendiri.
kini kau menjadi inspirasi, di saat segala hal harus terselesaikan, dari teman hangat bercengkrama, sampai aku lupa kalau kau hanya sebuah kopi.

--

© B

[WRITING] - Yang Sangat Disayangkan

hal yang paling sangat disayangkan adalah ketika ada seseorang yang tidak sama sekali berkontribusi namun ia selalu mengatasnamakan; ‘berasal’, padahal hasilnya; ‘nihil’, macam tong kosong bunyi nyaringnya.

saya percaya setiap anak yang lahir di dunia ini tidak jauh dari karakter orang tuanya sendiri. semacam buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, namun setiap anak yang sukses di bidangnya saya rasa tidak hanya dari asupan orang tuanya saja, tetapi saya yakin penuh anak itu mempunyai keberanian, niat & usaha yang cukup untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ia mampu atau bahkan bisa menggapai apa yang ia yakini.

mungkin diri kita terlalu banyak di ajarkan untuk menjadi pemenang, sampai-sampai yg namanya ‘pemenang’ itu sendiri bisa lupa kalau ia berasal dari mana. sayangnya, di era sekarang masih banyak beberapa orang bahkan disekitar saya sendiri yang masih mengatasnamakan; aku dari keluargaku maka aku keturunan beliau; sehingga aku mempunyai keahlian yang sama; atau bahkan harus memiliki kemampuan yang sama.

Saya selalu menghargai dengan apa pendapat orang, karena mereka mempunyai hak untuk mengapresiasikan apa yang dimiliki, tetapi sangat disayangkan terkadang tidak mencerna terlebih dahulu apa yang ingin disampaikan, mungkin karena ‘sekarang’ sedang hidup dijaman yang serba hedonisme, jadi mari dimaklumi saja.

--

© B

[WRITING] - Antara Aku dan Kamu

Matahari di pagi hari selalu sama, perasaan kita tidak.
Seperti langit yang berubah sewaktu-waktu.
Tidak seperti air yang mengalir, lebih seperti jalan yang terjal naik turun bergelombang.

Detik berdetik dalam jarak yang sama, perasaan kita tidak.
Resah melihat waktu yang terus bergerak sementara di antara kita tidak pernah terjadi pengakuan.
Tatap mata bertemu, senyum malu-malu. Pura-pura bertanya kabar. Merah merona ketika nama terucap.

Aku tahu di antara kita saling menjaga diri,
Tidak banyak hal yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu,
Tidak lebih dari itu,
Sebab di antara kita bukanlah siapa-siapa,
Perasaan yang kita miliki tidak lantas membuat kita menjadi saling memiliki, kan?

Di antara kita tercipta Samudera,
Meski pada kenyataannya, kita bertemu dan saling sapa setiap hari,
Berada dalam satu tempat yang sama.

Jarak yang akan hilang dengan beberapa ikrar kata,
Dan waktu, seperti kita tahu, tidak pernah bisa diajak berkompromi,


Di antara kita tetap diam saja.

--

© B

[WRITING] - Untuk Waktu Yang Tak Bersahabat

Aku akan duduk melihatmu dari jauh sambil mendoakanmu,
Selama aku tidak bisa melakukan apapun saat ini.
Bahkan untuk sekedar bertanya apa kamu sudah makan atau apakah kamu baik-baik saja.
Sekalipun kesempatan itu ada, aku merasa tidak semua kesempatan mesti diambil.

Aku akan duduk memperhatikanmu dari jauh sambil mendo'akanmu,
Sekalipun tangan dan kaki ini begitu ingin bergerak menolongmu ketika kamu tersandung dan jatuh.
Aku tahu kamu bisa berdiri sendiri meski harus duduk sebentar untuk merasakan rasa sakit itu.

Aku akan berdiri dan memandangmu dari jauh sambil medo'akanmu,
Aku akan memastikanmu baik-baik saja, setidaknya aku tahu apakah kamu bahagia atau bersedih hari ini.
Sebab aku tidak bisa berada di dekatmu saat ini.
Tuhan tidak menyukainya.
Bahkan ketika aku sembunyi-sembunyi seperti ini pun aku masih merasa takut.

Lalu aku bersimpuh, menanyakan pada diri sendiri mengapa aku takut untuk melangkah lebih jauh.
Aku tahu aku ingin berada di san, berada di dekatmu saat suka dan duka.
Aku terlalu takut pada kenyataan bahwa aku memang penakut.
Aku ingin bertanya kepada Tuhan mengapa aku begitu takut.

Apakah Tuhan cemburu karena aku lebih mencintai makhluk-Nya daripada diri sendiri?

--

© B